Mereka masyarakat tangguh yang menghidupi pulau kera. Satu pulau kecil yang berada di sebelah barat kota Kupang. Pulau kecil yang menyimpan keindahan kecil yang tersembunyi dari mata dunia. Pulau kecil yang juga menyimpan langkah-langkah kecil yang tengah berusaha membesarkan langkahnya.
Pulau kera, dia lah sang pulau pasir yang penuh dengan pesona keanggunannya. Di atas kelembutan pasir putihnya, ada langkah-langkah kecil yang berusaha dalam keterbatasannya untuk memperbesar langkahnya. Merekalah permata pulau kera, anak-anak yang selalu tertawa dengan riang tanpa mengenal arti keterbatasan yang memenjarakan langkah mereka.
Senang rasanya, dapat kembali melangkah di atas pulau pasir itu. Demi membantu melebarkan langkah para anak di pulau Kera, Humaira, salah satu penyuluh agama Islam kabupaten Kupang Tengah yang juga kerap aktif dalam kegiatan sosial dan literasi anak-anak pedalaman bersama teman-temannya merasa terpanggil untuk turut melangkah di atas pulau pasir untuk turut merasakan beratnya langkah anak-anak pulau Kera.
Anak-anak Pulau Kera, mereka adalah anak-anak tangguh yang mengajarkan kepada kami arti dari kebahagiaan yang sesungguhnya.
Hidup dihimpit keterbatasan bukanlah permasalahan besar bagi meraka. Sebab, bagi mereka keterbatasan adalah ketika kaki-kaki kecil mereka tak diperbolehkan untuk keluar berlarian tuk bermain bersama teman-temannya. Keterbatasan adalah ketika mereka tak diperbolehkan untuk tertawa lepas menertawakan kekonyolan mereka. Keterbatasan adalah ketika mereka diharuskan untuk tetap di dalam rumah sedang teman-teman lainnya tengah asik bermain di luar, di atas pasir putih.
Keterbatasan bagi mereka tak berpatokan pada tidak adanya air tawar, atau tidak adanya sekolah tempat mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka masih tak paham dengan keterbatasan-keterbatasan yang mencekik kehidupan orang-orang dewasa.
Sebenarnya kalau aku perjelas, mereka bukan tak paham, mereka tau akan keterbatasan-keterbatasan itu, setiap waktu mereka hidup, melihat, dan mendengar kehidupan orang tua mereka, mereka paham akan hal itu. Namun, seberapa sulitnya keterbatasan itu, mereka memilih untuk menjalani kehidupan dengan keriangan. Mereka tau cara bersenang-senang, sedangkan para orang dewasa, mereka terlampau tenggelam dalam jurang keterbatasan dan lupa cara untuk bersenang-senang.
Padahal hidup tak sesulit itu, sebab hidup adalah pilihan. Bahagia atau tidak tergantung pada pilihan yang kita ambil.
Marilah kita melihat pada kehidupan masyarakat pulau kera, kehidupan mereka berada dalam jurang keterbatasan, sungguh terbatas. Di pulau kera tak ada air tawar, masyarakat sedari dulu hidup dengan air asin. Makan, minum, memasak, mandi, semuanya dari air asin tak ada sumber air tawar di sana. Jika ingin mendapatkan air tawar maka harus menyeberang laut terlebih dahulu ke Kupang atau Sulamu. Lantas bagaimana respon masyarakat pulau kera?
"Ya dijalani saja, memang kehidupan di sini sudah seperti ini, tak ada untungnya mengeluh sebab tak akan ada yang berubah, syukuri saja apa yang ada."
Respon itu membuatku tertegun. Dalam benak aku bertanya-tanya, jika aku yang berada dalam posisi itu, dapatkah aku mengatakan hal serupa?
Kesulitan bagi mereka bukanlah suatu penghalang untuk menjalani hidup, sebab jika hanya memfokuskan diri pada kesulitan maka kesulitan itu akan semakin terasa menyiksa.
"Hidup sudah susah jangan dibuat semakin susah, dijalani saja Allah tidak pernah lupa memberikan rejeki kepada hamba-hamba-Nya."
Sukses selalu buat titik terang semoga selalu memberikan kebermanfaatan buat masyarakat NTT
BalasHapusAamiin, terima kasih 🙏
Hapus👍👍👍
BalasHapus