Langsung ke konten utama

Self Reminder, Batas Antara Doa dan Kehendak Allah

Jihad Muhammad/Pinterest

Akhir-akhir ini aku terbawa sangat jauh ke dalam arus dunia. Akhirat menjadi sebuah kata bernotasi 'konon katanya'. Ibadah yang kulakukan tak lain hanya sebuah gerakan tubuh tanpa nilai ibadah. Aku beribadah dengan pemikiran 'yang penting solat', hanya untuk menggugurkan kewajiban. Tak ada Allah di dalam niat ibadah yang kulakukan. Padahal, beribadah, khususnya solat merupakan salah satu cara manusia untuk berinteraksi dengan Tuhan semesta alam, Allah SWT. 

Pada titik ini, kurasa plot kehidupanku selanjutnya terlihat begitu jelas, bukan? 

Aku terbawa jauh dalam kesibukan dunia, Tuhan semata-mata hanya sebuah gerakan berdiri dan sujud. Perlahan-lahan rotasi kehidupan ini membawaku jatuh ke dalam kegelapan. Aku berputar di dalam ruang kebingungan, perasaan kesepian, dan kehilangan arah merasuki setiap napas yang kuhirup. Aku bertanya-tanya, gerangan apa yang terjadi pada diriku. 

Dalam degup kebingungan dan kehilangan arah, aku masih menyempatkan diriku untuk beribadah (yang penting solat), seusai solat (tanpa memberi ruang untuk Allah) aku berdoa memohon segala kebutuhan primer, sekunder, dan tersier dengan perasaan tak berdaya dan perasaan percaya diri bahwa Allah mendengar permintaanku. Sejujurnya ini adalah situasi paling konyol yang pernah kulakukan. 

Dan hasilnya sudah bisa ditebak. Perasaan tak berdaya dan percaya diri saja tak cukup untuk merayu Allah agar mengabulkan seribu satu doa yang aku panjatkan. 

Allah memang Maha Penyayang dan Pengasih, tapi Allah juga bersifat Iradat atau berkehendak. Allah satu-satunya yang berkehendak memutuskan doa siapa yang akan Ia kabulkan dan siapa yang tidak Ia kabulkan. 

Allah juga bersifat Qiyamuhu Binafsihi, yaitu Allah mampu berdiri sendiri tanpa bantuan dari sesuatu yang lain. Ibadah yang kita lakukan bukan karena Allah membutuhkan ibadah itu, melainkan kita manusialah yang membutuhkan ibadah tersebut. Lantas bagaimana bisa kita dibutakan oleh kesombongan seakan-akan solat tanpa keikhlasan mampu membuat Allah jatuh cinta kepada kita? 

Allah memang berkata 'berdoalah kepada-Ku maka akan Aku kabulkan doa orang-orang yang berdoa kepada-Ku.' Namun, jangan lupa bahwa di dalam kalimat tersebut terdapat 'syarat dan ketentuan berlaku'. 

Lantas, apa syarat dan ketentuan yang berlaku agar doa kita diijabah oleh Allah?  

Kata Allah, "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran. " (02:186) 

Ya, sesederhan itu jawabannya. Cukup memenuhi perintah Allah dan beriman kepada Allah. Sayangnya dalam praktek nyata, memenuhi perintah Allah dan beriman kepada Allah tak semudah itu. 

Memenuhi perintah Allah berarti melakukan segala yang Allah perintahkan dan meninggalkan segala yang Allah larang. Di dalam kenyataan tak jarang secara sadar atau tak sadar kita lebih condong untuk mematuhi perintah hawa nafsu dan melupakan perintah Allah. 

Beriman kepada Allah berarti percaya kepada Allah dan mengesakan Allah sebagai satu-satunya Tuhan. Bentuk percaya dan mengesakan tersebut berarti mengucapkan dari lisan, membenarkan di dalam hati, dan menerapkannya dalam akhlak atau perilaku. Dan lagi-lagi, di dalam kenyataan, tak jarang  secara sadar atau tidak sadar iman (percaya) yang seharusnya adalah bentuk kata kerja malah berubah menjadi kata benda. Kita beriman melalui  lisan, tapi lupa untuk menghidupkan rasa keimanan tersebut di setiap ucapan dan tingkah laku. 

Dan dari sini, sudah sepatutnya kita memahami bahwa  ketika doa kita tidak pernah dikabulkan oleh Allah, maka sepatutnya kita perlu mengoreksi keikhlasan kita dalam beribadah kepada Allah, pun mengoreksi keimanan kita, sudahkan kita beriman kepada Allah dengan sempurna, yakni beriman dari lisan, hati, juga akhlak kita? 






Komentar